Ranjang Pengantin Untuk Suamiku


Rapat keluarga di ruang Jogosatru baru saja usai, rapat yang dihadiri oleh keluarga besar Dipadiharja telah memutuskan bahwa Mas Hernowo, suamiku harus segera menikah lagi.
Suamiku harus menikah lagi.  Waktu yang telah diberikan kepada kami untuk mempunyai keturunan setelah pernikahan kami tak kunjung membuahkan hasil. Walaupun kami sudah berusaha dengan berbagai cara. Baik dengan pemerikasaan medis yang lengkap maupun menuruti berbagai saran dari keluarga dan kerabat.
 Yaa! Aku belum juga hamil, walaupun dokter tak menemukan sesuatu keanehan dan penyakit dalam rahimku. Sedangkan keluarga besar Dipadiharja sudah sangat menanti akan datangnya keturunan dari  Mas Hernowo, sebagai anak laki-laki satu-satunya di keluarga  inti  Dipadiharja.
Keluarga Dipadiharja yang merupakan keluarga besar yang mempunyai beberapa usaha di bidang industri rokok kretek dan pengolahan gula tebu dan batik tradisional khas Kudus. Untuk meneruskan dan melestarikan usaha pada generasi keluarga besar Dipadiharja, Mas Hernowo harus mempunyai keturunan terutama laki-laki, karena dari semua saudaranya Mas Hernowo adalah anak laki satu-satunya. Walaupun Mbah Dipadiharja mempunyai 3 orang istri. Tetapi dari semua istrinya tidak ada yang mempunyai anak laki-laki, kecuali ibu dari Mas Hernowo  sebagai istri ke tiga yang melahirkan anak laki-laki, yaitu Mas Hernowo.
Ini sudah menjadi konsekuensiku menjadi istri Mas Hernowo, karena sebelum kami menikah saya sudah dijelaskan terlebih dahulu dalam suatu rapat keluarga besar Dipadiharja ini. Bahwa kami harus mempunyai keturunan terutama laki-laki dan kami diberi waktu selama 8 tahun untuk mengusahakannya. Selama  delapan  tahun waktu yang sangat melelahkan bagi kami.  Aku dan Mas Hernowo selalu berburu dokter dan perawatan lainnya untuk mendapatkan keturunan.
Dan inilah hasilnya. Aku harus merelakan suamiku untuk menikah lagi demi untuk memperoleh keturunan.

*********

"Sebenarnya saya tidak bisa menerima keputusan ini Jeng...," kata Mas Hernowo ketika kami sudah berada di kamar berdua.  Aku hanya bisa diam memandang  ujung  tiang soko yang sebagian ada di dalam kamar kami.  Hatiku yang sudah kuatur bertahun-tahun lamanya seolah porak poranda lagi.
"Dari awal aku mencintai Jeng, bukan karena rahimmu. Aku sangat mencintaimu seutuhnya Jeng !, "  aku masih membiarkan Mas Hernowo bicara sendiri karena pikiranku melayang pada peristiwa 10 tahun yang lalu. Saat aku mengenal Mas Hernowo sebagai kakak angkatan  di kampusku.
Perhatian , ketulusan dan kesederhanaannya lah yang membuat aku jatuh cinta padanya. Mas Hernowo sama sekali tidak menampakkan bahwa dia anak keturunan dari dinasti industri Kretek di kota Kudus. Tidak seperti laki-laki lain yang sok perlente saat mendekatiku.   Prestasi Mas Hernowo juga sangat bagus, selain  gemar berorganisasi Mas Hernowo juga gemar berkesenian. Berbagai acara pertunjukan kesenian diikutinya.
Mas Hernowo selalu sopan dan menyenangkan terhadap orang tuaku. Sehingga Bapak Ibu pun kepincut kesopanan dan kebaikan Mas Hernowo. Bapak sempat kaget setelah setelah mengetahui bahwa Mas Hernowo adalah putra dari keluarga Dipadiharjo. Seolah Bapak sudah melihat akan ada beban berat di pundakku bila aku bersuamikan Mas Hernowo.  Apalagi setelah mengetahui bahwa Mas Hernowo putra satu-satunya di keluarga tersebut. Tetapi kami telah saling mencinta, dan mungkin dipisahkan lagi, dengan segala konsekuensi tentunya.
"Aku ingin Jeng bicara, jangan hanya menerima keputusan saja ! kalau memang Jeng  tidak bisa  menerina perlakukan ini, bicalah Jeng!. Karena saya pun juga keberatan Jeng."   Mas Hernowo tampak sedikit emosi dalam berbicara, aku membiarkan saja. 
"Aku tidak akan bisa melakukannya Jeng !  Aku sangat mencintai Jeng.  Aku tidak bisa menduakan jeng, aku tidak bisa melakukannya jeng !,"  kata-kata Mas Hernowo terpaksa membuatku menoleh padanya. Sebuah air mata bening menetes di sudut mataku segera kuhapus.  Aku harus tegar, aku harus bisa memberi semangat pada Mas Hernowo untuk menerima keputusan rapat itu.  Aku harus menguatkannya, bukan malah ikut larut dalam romantisme seperti ini. Karena  aku sendiri sudah menerima keputusan itu.
"Mas! Toh kita tetap masih bersama kan Mas, walaupun  Mas bukan lagi milikku seutuhnya, paling tidak kita masih bisa saling memandang tiap hari bertegur sapa tiap hari ,"  aku mencoba tegar.  Walau hatiku terasa teriris sembilu.
"Aku tahu Jeng pasti akan terluka karenanya !. Walaupun Jeng tak menunjukkan dan Jeng berusa tegar . Aku tidak bisa menyakiti orang yang sangat aku cintai Jen,"  jelas Mas Hernowo sambil merapatkan badannya ke tubuhku.  Aku merasakan ada cairan bening hangat yang hinggap di pipiku saat Mas Hernowo pelan-pelan menciumku dan memelukku erat-erat.
"Besok masih ada pertemuan keluarga lagi Jeng, semoga kita masih diberi kesempatan untuk berbicara  . Tolong Jeng katakana, kalau Jeng keberatan.  Saya yakin mereka pasti akan menerima dan mencari solusi lain, toh keponakan-keponakan kita juga banyak yang laki-laki. Mereka juga berhak meneruskan jalannya perusahaan, tidak hanya dari keturunan kita. " Mas Hernowo berusa menyakinkanku agar aku melawan keputusan keluarga besar yang merugikan aku dan suamiku.
"Kita tunggu besok Mas, semoga mereka mau menerima alasan kita, bahwa kita saling mencintai dan tak ingin saling melukai ,"  aku hanya menimpali sekenanya pendapat suamiku.  Karena sebagai seorang wanita aku sudah merasa pasrah, apa yang menjadi keputusan keluarga dan suamiku.  Aku jadi ingat petuah dan nasehat sesepuh yang diberikan saat kami hendak menikah dahulu.  Sebagian orang Jawa masih menganggap bahwa perempuan hanyalah sebagai wadah (cawan)  dari permata mulia milik laki-laki.  Perempuan hanya sebagai emban, sebagai klangen kehidupan laki-laki. Sehingga laki-laki berhak untuk berpoligami bila diperlukan.
***************
Esok harinya , rapat keluarga besar Dipadiharjo digelar kembali.  Aku dan Mas Hernowo juga turut di dalamnya.  Tetapi aku sudah tidak diberi kesempatan untuk berbicara, bahkan mereka memberi pengertian padaku akan posisi perempuan Jawa.   Harus eling karena posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki sebagai takdir Tuhan. Perempuan harus isin yaitu harus memiliki rasa malu dan bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak perlu.  Perempuan harus sabar dan tangguh menghadapi berbagai cobaan hidup, serta harus  legawa, yaitu rela menerima kondisi seberat apapun dan pantang mempertuntutkan hawa nafsu.  Aku hanya bisa diam saja mendengarkan putuah sesepuh keluarga ini.  Mas Hernowo di sebelahku hanya mampu menggenggam tanganku erat-erat.  Karena sekali dua kali Mas Hernowo hendak berbicara namun tiada digubris sama sekali.
"Hernowo ! Engkau hanya akan mempunyai hak bicara..dan wewenang semua warisan keluarga Dipadiharja bila nanti sudah mempunyai keturunan, sebelum itu kamu hanya dianggap sebagai anggota keluarga biasa.." Mas Hernowo pun hanya bisa mengangguk lemah.
Pada rapat kali ini sudah diputuskan siapa wanita yang hendak menikah dengan suamiku. Kami tidak diberi kesempatan untuk memilih sendiri. Karena para tetua sudah memperhitungkan dari segi bibit, bobot dan bebet. Bibit seorang wanita bisa dilihat dari keturunannya, bobot merupakan kualitas dan karakter seseorang perempuan, sedangkan bebet bisa dilihat dari ciri-ciri fisiknya.
Pilihan sudah dijatuhkan.  Siti Sholeha, putri dari Haji  Danuri, seorang  Kyai sepuh di kota  Kudu.  Seorang  gadis lulusan pondok pesantren di Jawa Timur.  Aku memang belum pernah bertemu dengan a gadis itu,  aku hanya pernah  beberapakali mengikuti  pengajian yang digelar  bapaknya .
 Keputusan rapat sudah bulat. Dan tinggal pelaksanaannya saja.  Besok akan diadakan acara nakokke , utusan dari pihak keluarga Dipadiharja akan berkunjung ke tempat tinggal orang tua Siti Sholeha. Selanjutnya segera diadakan acara lamaran, sambil berunding kapan acara pernikahan akan dilaksanakan menurut perhitungan hari baik kedua mempelai dan keluarganya.
 Pihak keluarga menginginkan secepat mungkin pernikahan segera laksanakan.  Mas Hernowo sendiri sekarang berubah agak pendiam.  Aku menyadari kegundahan hatinya. Dia sebenarnya tidak ingin melakukan apa yang  telah menjadi keputusan keluarga ini.   Sedangkan aku tetap berusa tenang dan menerima semua ini.  Walaupun hatiku terasa hancur, bagaimana tidak, aku harus berbagi suami. Harus ada orang lain diantara kami.  Aku takut bila nantinya mereka sudah mempunyai keturunan apakah Mas Hernowo sedikit demi sedikit akan berubah dan menjauhiku.  Aku akan kesepian sendiri.  Tapi bila mengingat keadaanku yang belum juga berketurunan aku harus rela, aku harus berkorban demi keluarga besar Dipadiharja ini.
"Pengorbananmu  akan dibalas sing Kuasa Nduk....sing sabar lan sumareh y,"  begitu pesan ibu mertua yang sudah biasa hidup bersama madu-madunya. Ibu tampaknya mengerti akan kegelisahan dan kesedihannku.  Sehingga ibu memberiku kesibukan untuk mengurusi usaha batiknya.
Semakin dekat hari H kesibukan semakin meningkat, rupanya akan diadakan upacara pernikahan secara besar-besaran seperti permintaan keluarga keluarga H. Danuri . Aku tidak mengerti apakah mereka juga mempertimbangkan perasaanku atau tidak.  Aku tidak pernah dimintai pendapat lagi . Kecuali Ranjang Pengantin dan pernik-perniknya mereka meminta pendapatku.  Karena kamar pengantin mereka ada di kamarku sebagai kamar utama yang terletak di Sentong tengen, maka aku harus pindah kamar. Aku memilih tinggal di gladak yang agak tertutup, karena letaknya ada di bawah ruang Jogosatru , jadi aku bisa lebih leluasa menyendiri. aku ingin menyelesaikan beberapa karya fiksiku yang sempat terbengkalai.
Sehari sebelum hari H. aku dan Mas Hernowo masih menempati kamar utama, baru esok sebelum di gelar upacara ijab-qobul ranjang pengantin itu akan dipasang dan dihias disini. Malam ini menjadi malam yang terakhir aku memilki suamiku secara penuh.
"Jeng, kenapa harus berakhir begin, maafkan aku Jeng..." ucap lirih Mas Hernowo di telingaku. "Mas harus tetap tegar, Mas harus ingat sebentar lagi Mas akan menjadi bapak! Mas akan segera punya keturunan. Kuatkan hati dan pandanglah masa depan itu dengan lebih baik ! untuk kebaikan kita semua ini Mas. Aku sudah mengiklaskan, karena aku sangat mencintai Mas..." aku hanya bisa berpura-pura tegar dan memberi semangat pada suamiku.
Malam itu kami habiskan untuk menikmati indahnya cinta secara penuh, melebihi saat malam pertama dulu. Semalaman kami tidak ingin melewatkannya. Karena tinggal malam ini saja aku memiliki suamiku secara utuh,walaupun hari-hari selanjutnya masih milikku. Tetapi esok aku harus membaginya, aku harus banyak mengalah dan sabar.

*************
Hari yang ditunggu – tunggu pun tiba.  Pagi-pagi aku sudah memberesi tempat tidur yang biasa kami pergunakan bercinta pindah  ke Gladak. Dengan dibantu beberapa rewang , dalam sekejap tempat tidurku sudah tertata rapi.  Aku tidak ingin mengganti spreinya. Sprei yang menjadi saksi indahnya percintaan kami semalam.  Bau keringat kami beradu ada di sprai itu.  Seharian aku hanya terdiam di  Gladak yang sekarang telah berubah menjadi kamarku.  Aku habiskan waktu untuk menulis merampungkan fiksi-fiksiku.  Suara gaduh di luar masih saja aku dengar, celoteh agak jorok para ibu di pawon, atau kemeriahan yang terjadi di Pendopo dan Pringgitan.  Aku tak ingin menengokn.  Lebih baik aku menguatkan hatiku di sini.
Aku hanya beberapa saat membantu tukang dekor yang akan menyulap kamarku menjadi kamar pengantin buat suamiku  Aku ikut membantu menyiapkan ranjang pengantin buat suamiku. Karena aku yang tahu selera Mas Hernowo maka aku dimintai pendapat soal hiasan kamar pengantin. Bagaimana Ranjang Pengantin  dan pernak-perniknya yang disukai Mas Hernowo. Dengan lapang dada aku membantunya. Walau hatiku terasa hancur memikirkan apa yang akan terjadi nanti malam antara suamiku dan pengantin wanitanya. Daripada  membuatku perih lebih baik  aku segera bergegas kembali ke Gladak. Yang menjadi kamarku saat ini.
************
Tak terasa kemeriahan di luar sudah agak  berkurang  bahkan sudah sepi. Ternyata memang sudah malam , jam duabelas malam.  Samar-samar aku dengar suara langkah kaki menuju kamarku. Suara langkah kaki yang  terburu-buru....dan terasa berat.
" Lila...Lila...Lila...bukakan pintu...."  Aku hafal betul itu suara Mas Hernowo, bukankah ini saat malam pengantinnya. Seharusnya Mas Hernowo sedang menikmatinya bersama istri barunya. Bukan malah mencariku di sini.  Ketukan di pintu semakin kencang. Maka aku segera membukanya. "Lila.....aku tidak bisa  Jeng, aku tidak bisa melakukannya, aku hanya ingin melakukannya denganmu Jeng…,"  kata Mas Hernowo yang sudah bersimpuh di kakiku.
"Mas....akan bisa ! Mas harus bisa ! Mas harus melakukannya! Demi keluarga besar Dipadiharja ,"  kataku sambil membangunkan suamiku yang bersimpuh di kakiku.
"Mas!  Mas tidak boleh bersimpuh di kaki  perempuan mandul seperti aku  ini ! Mas, masih mempunyai masa depan yang panjang ! Mas adalah priyagung tidak  boleh berperilaku seperti itu, bangunlah Mas !”.
" Tidak! Jeng, aku tidak bisa melakukanya. aku hanya ingin melalukan denganmu wanita satu-satunya yang aku cintai ,"  suara pelan Mas Hernowo  yang sudah memelukku  erat.
Sementara di belakang Mas Hernowo aku lihat seorang perempuan setengah telanjang, yang sedang sangat birahi mengigil kedinginan. Rambutnya yang panjang sebahu, dengan dada yang membusung dan wajah yang cukup cantik,  pastinya  akan membuat  pria ingin memilikinya. Kenapa dengan Mas Hernowo. Kenapa tidak mau menyentuhnya. Padahal  dia sudah menjadi miliknya secara sah.
"Aku hanya ingin menuntut hakku sebagai istri...Mbak !,"  aku lihat wajah perempuan itu agak memucat. Aku segera mengambil sprei yang kami pergunakan bercinta semalam, yang sudah terpasang di tempat tidurku.  Aku tutupkan sprei itu ke tubuh wanita itu, sambil menggamitnya untuk kembali ke kamar utama.  Mas Hernowo hanya mengikuti kami dari belakang. Sesampainya di pintu kamar aku melepas sprai itu dan menyuruh wanita itu untuk memasangnya di ranjang pengantinnya.
 "Mas, pasti bisa melakukannya. ciumlah bau birahi kita semalam yang tertampung di sprai itu. Mas pasti bisa melakukannya sekarang !,"  kataku pada Mas Hernowo  dan segera menutup pintu kamar dari luar. Aku tidak memberi kesempatan Mas Hernowo untuk berkata apa-apa.  Aku segera kembali ke Gladak ke tempat tidurku yang sudah usang namun masih sangat nyaman.  Aku pusatkan perhatianku untuk terus memuji dan berzdikir pada Tuhan. Aku sudah tidak memperdulikan perasaanku lagi . Tak boleh lagi ada air mata menetes.   Apalah artinya aku sekarang, hanya wanita mandul belaka.

Lamat-lamat aku dengar suara orang yang sedang membang  Kinanthi :  
Dhuh ger putra putraningsun, nadyan wus kanthi pinusthi, Marang Hyang Kang Murbeng Titah, graitaning para putri,  saprahastha para putra, tarantananing pamikir. Marma ger aywa sireku, pasang sumeh jroning ati, katitik tyas lan sembada, marang apngaling Hyang Widdhi, kang widagda tuhu wignya, anyolahken bawa maring. (diambil dari serat Wulang Putri oleh Sinuhun Paku Buwana IX ).



Keterangan :
 jogosatru = ruang depan dalam Rumah adat Kudus yang biasa dipergunakan untuk ruang tamu.
soko = tiang pilar pada rumah gebyok adat Kudus , biasanya 4 soko yang menjadi penjangga ruang jogosatru.  

wadah (cawan) = tempat yang berbentuk cekung. emban = pembantu. klangen = penghias kehidupan. eling = ingat. isin = malu, legawa = rela , bibit = keturunan,  bobot = nilai, kwalitas , bebet = jenis nakokke = menanyakan pada pihak keluarga wanita apakah anaknya sudah ada yang melamar atau belum. lamaran = acara pengikat bahwa seorang wanita sudah ada yang hendak menikahinya. nduk = panggilan untuk anak perempuan Jawa. sentong tengen = ruang bagian belakang dari rumah adat Kudus yang terletak di sebelah kanan. gladak = ruang di bawah jogosatru dari Rumah adat kudus, biasanya kosong atau untuk menyimpan barang berharga. rewang = orang yang bekerja sebagai pembantu. pendopo = ruang pertemuan pada Rumah Adat kudus. pringgitan = ruang untuk pertunjukan pada rumah Adat Kudus. tukang dekor = orang yang mempunyai kepandaian menghias pelaminan dan sebagainya. pawon = dapur



Kudus, 4 Oktober 2017

Dinda Pertiwi

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenang Menara Tetap Setegar Menara Kudus dalam Menghadapi Pandemi

Sidomukti' Istana terakhir Sang Mandor Klungsu / Joko Pring / RMP. Sosrokartono

Misteri Arah Rumah Kontrakan Kami