Kemarau di Bulan Pebruari (puisi)

resah ini tak terjabar
ketika pagi-pagi mentari menyengat
di ujung-ujung pelataran yang tersekat
sengatan tak biasa yang gantikan rinai melesat
engkau masih juga diam tercekat
harusnya air itu mengalir dahsyat
bukan kering kerontang erat mengendap



“biarkan aku sejenak menemanimu Jeng….”
rengekmu lewat WA yang membuatku sedikit terhibur
musim tak pengaruhi setiamu pada ketololan yang sulit kulebur
engkau memang tak harus hadir apalagi menabur
benih-benih yang tak kan mungkin bersemi di kemarau


ini Pebruari harusnya hujan sehari-hari
tapi siapa bisa menebak hati yang terus sendiri
memilah-milahnnya sulit sekali
mana Pebruari mana hati yang tersakiti
jadi biarkan kemarau ikut datang merasuki
aaah..sekali ini saja…..!!!? biarin


meredup sendiri bersama burung-burung yang bernyanyi…
melebur perlahan dalam sisa-sita tulus hati
menikmati serah yang datang tiada henti
menghitung sia-sia setiap butir tetes air yang mengalir
air mata yang lagi punya arti buat kami


sudahlah toh Pebruari hanya 28 hari
setelahnya engkau boleh teruskan berlari
melangkah , menari bahkan menghilang pergi
aku belum ingin sendiri
maafkan…
aku.



Kudus 17 pebruari 2015

salam fiksi
Sri Subekti Astadi 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenang Menara Tetap Setegar Menara Kudus dalam Menghadapi Pandemi

Sidomukti' Istana terakhir Sang Mandor Klungsu / Joko Pring / RMP. Sosrokartono

Misteri Arah Rumah Kontrakan Kami