Menyesal Aku Tidak Menulis Tiap Hari


Sebenarnya tulisan ini sudah akan aku tulis di kereta pada tanggal 22 November kemarin, saat perjalanan ke Jakarta untuk menghadiri Kompasianival 2019. Namun tulisan belum jadi keburu mengantuk dan tidak juga nyaman menulis di kereta. Akhirnya batal dan tulisan yang tersimpan di dalam draf pun hilang.
Sepulang dari Kompasianival, hari senin tanggal 25 November, kesibukan-kesibukan di rumah setelah ditinggal beberapa hari tak bisa ditunda, dan jadilah  menulis kisah perjalanan  mengikuti Kompasianival pun tertunda.
Derita menyesal tak bisa menulis pun berkepanjangan. Dan waktu sungguh tak bisa dikhianati, dia terus saja berjalan, tak peduli banyak keinginan yang belum bisa dilaksanan.
Perjalanan ke Jakarta untuk mengikuti Kompasianival yang aku harapkan bisa menumbuhkan minat menulis pun hanya bisa aku sesali. Hanya andai-andai menulis di pikiran saja, sambil mengerjakan pekerjaan lain tak selesai-selesai. Menuangkan dalam bentuk tulisan, sungguh sering aku tak mampu.
Hingga tadi pagi Mbak Biyanca Kelin  di WAG Semarkutiga mengingatkan, kok aku belum bikin ulasan tentang Kompasinival menyentakku. Ternyata aku hanya berandai-andai saja menulis moment perjalananku datang Kompasianival kemarin, tak ada satu pun tulisan yang tertuang.
Sebenarnya aku malu pada diri sendiri, dan juga pada orang-orang di sekitar yang sudah terlanjur mengira aku bisa menulis. Padahal nyatanya aku hanya pandai merangkai angan-angan di pikiran saja. bukankah penulis bukan tukang berandai-andai belaka, tukang bermain angan-angan saja. Tetapi  penulis harus  mampu menuangkan dalam bentuk tulisan angan-angannya itu.
Ada banyak episode kehidupan yang hilang begitu saja, karena penyimpanan dalam memori angan-angan sangatlah terbatas. Hari ini pikiranku sedang seru berangan-angan tetang sesuatu yang lagi menusuk-nusuk otakku, sejam dua jam, sehari dua hari sesuatu itu  akan berlalu begitu saja, sudah bukan hal yang greget lagi untuk diangankan, apalagi untuk diungkap, bahkan terkadang malas untuk mengingatnya kembali.
Lain halnya bila sesuatu di tumbuh liar di angan-angan itu tertuang dalam tulisan. Bisa jadi ulasan hangat yang tidak akan hilang begitu saja, sebagai pertanda aku pernah mengalami sesuatu sebuah episode kehidupan.
Setidaknya menulis tiap hari tidak akan membusukkan ide, pikiran dan cita-cita kita. Bahkan membuat kita punya semangat untuk menjadi lebih baik. Namun, kenapa susah banget aku ( mungkin juga kamu!) melakukannya. Berbagai alasan untuk ngeless bermunculan, setelah kemampuan menulis hilang.
Menulis memang bisa dilakukan oleh setiap orang yang sudah mengenal huruf  abjad dan bisa merangkaikannya menjadi sebuah kalimat, yang bisa ditangkap maknanya oleh orang lain. Namun sayang kemampuan itu harus diasah, oleh diri sendiri tidak bisa tumbuh begitu saja. Kenyataannya, berapa banyak penulis-penulis bermunculan setelah era digital muncul. Laman-laman media sosial memberi banyak tempat untuk kita menuliskan sesuatu.  Yang dulu hanya tersimpan di pikiran dan buku diary yang hanya kita nikmati sendiri, sekarang facebook tiap hari menanyakan “Apa yang sedang anda pikirkan”  mau tidak mau kita tertarik nuliskannya sesuatu yang biasanya tersimpan menjadi sebuah tulisan yang bisa diketahui oleh orang lain. Memang gagasan itu perlu dibagikan, men. Jangan jadi hak cipta diri sendiri saja. Begitu mungkin perintah facebook. ( entahlaah…). Menulis bukan menjadi sesuatu yang sulit lagi bagi yang mau belajar, karena kesempatan mengasah kemapuan semakin terbuka luas.
Oke! Balik lagi ke akar masalah.
Tidak menulis telah membuang banyak kesempatan untuk kita memperoleh pengasilan, penghargaan dan masa depan yang lebih baik. ( Laah kok iso, men )
Karena dengan menulis terus menerus ide, gagasan akan selalu mengalir . Tapi begitu kita berhenti otak jadi cutel, mampet, ide sudah enggan menghampiri. Akibatnya alasan pertama bermunculan, untuk membenarkan kenapa kita tidak menulis. Dengan berhenti menulis, halaman-halaman blog kita kosong. Padahal kita sudah  terlanjur bikin akun dan bikin blog-blog pribadi disana-sini. Dengan harapan pada awalnya kita bisa memperoleh penghasilan dari sana. Waktu dan kuota kita terbuang begitu saja tanpa memperoleh refund apapun (kecuali bagi yang merasa menulis hanya sebuah kesenangan dan keisengan belaka).
Padahal dengan terbiasa menulis bukan hanya ide yang mengalir, namun kualitas tulisan juga akan terus membaik. Tentu saja selain menulis kita juga harus rajin membaca tulisan orang lain yang berkualitas. Pelajari terus bahasa –bahasa yang berkualitatif, dan terus berkembang. Jangan monoton pakai bahasa yang itu-itu saja, dengan sering mengikuti perkembangan bahasa ( tapi jangan yang alay, Dong! )  Kita harus bisa mengikuti trend yang lagi menjadi perhatian Google. Perhatikan hashtag atau tagar yang sekarang setiap saat berganti. Dengan menulis dan membicarakan sesuatu yang lagi trend tulisan kita ikut terangkat, banyak dibaca (minimal diklik ) oleh penyitas online.
Yang terakhir adalah penghargaan. Gimana kita bisa mimpi memperoleh penghargaan semacam best best di Kompasianival, atau ditempat lain kalau nulis saja tidak penah. Mimpi kali yee…!
Padahal saat ini banyak sekali, instansi, komunitas, lembaga dan lain-lain yang gemar memberikan penghargaan pada para penulis yang aktif dan berkualitas menurut penilainan mereka.
Tulisan itu akan membawamu kemana arahnya. Apakah kamu harus keluar dari lubang semut atau harus naik tahta dinobatkan menjadi raja-diraja. Jangan pernah berharap lebih dengan tulisan-tulisanmu. Biarkan mengalir, karena bagaimanapun hasil tak akan membohongi usaha. Tapi kalau masih tetap belum sukses, jangan terus ngambek gak mau nulis lagi dong. Ntar laman-laman gadget kosong, padahal produksi hp, laptop dan tablet tiap tahun terus berkembang dengan cepat.
Biar mbah Google semakin riang dan teknologi terus berkembang. Yuk..kita nulis ( tiap hari).

Maaf tulisan ini untuk memotivasi diri sendiri, kalau anda ikut terkena jangan salahkan saya.

Kudus, 5 Desember 2019
Salam hangat,

Komentar

  1. Salah satu tantangan terberat menjadi seorang blogger adalah karena merupakan pertarungan melawan diri sendiri.

    Seorang blogger akan selalu ditantang untuk mengalahkan kemasalan, kebosanan, keengganan, dan segala sesuatu yang datang dari diri sendiri

    Terus terang bukan perkara yang mudah karena biasanya kita terbiasa berkompromi dengan diri sendiri dan cenderung lebih menghargai janji kepada orang lain dan menyepelekan janji kepada diri sendiri.

    Saya pikir caranya cuma satu yaitu dengan mendisiplinkan diri sendiri. Kalau memang sudah ada niat, tentukan jadwal terbit, dan kemudian pastikan jadwal tersebut terpenuhi.

    Tidak akan mudah.

    Tetapi kalau terlaksana, berarti langkah awal menuju konsistensi akan terbangun. Tapi kalau kita membiarkan hasilnya ya kita tidak akan terbiasa melakukan sesuatu untuk diri sendiri..

    Iya nggak sih?

    BalasHapus
    Balasan
    1. IYA..Banget..terima kasih sudah banyak memberi masukan semoga lebih semangat

      mampir ke dindapertiwi.com ya

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenang Menara Tetap Setegar Menara Kudus dalam Menghadapi Pandemi

Sidomukti' Istana terakhir Sang Mandor Klungsu / Joko Pring / RMP. Sosrokartono

Misteri Arah Rumah Kontrakan Kami