Sang Pengusung Kursi

Sang Pengusung Kursi
pengusung kursi
Pilkada baru akan di gelar tiga bulan lagi. Tetapi geliatnya sudah nyaris memenuhi sudut-sudut kota, bahkan sampai ke pelosok -pelosok kampung kumuh yang biasanya tak terjangkau oleh mereka yang duduk di Kursi empuk suatu jabatan, entah itu yang duduk di legislatif, eksekutif  bahkan oleh ketua RT pun sering terabaikan. Namun tidak dengan keadaan menjelang Pilkada saat ini.
Tahun ini memang akan diadakan Pilkada serentak di seluruh wilayah negeri ini. Ribuan gubernur, bupati dan wali kota akan dipilih 3 bulan lagi. Masa kampanye pun digelar dalam 3 bulan ini. Ribuan baliho dan spanduk memenuhi sudut-sudut kota, tapi siapa peduli, karena hal itu sudah menjadi pemandangan yang biasa sejak diadakannya sistem Pilihan langsung. Baik untuk pemilihan presiden, gubernur, bupati, maupun pemilihan wakil rakyat di DPRD dan DPR.
Rakyat udah bosan dan cuek saja, biar saja mereka yang bertarung tooh...kalau mereka sudah duduk lupa dengan kita-kita. Bahkan melirik baliho pun kadang malas, kecuali yang tertera di baliho itu kita kenal, entah itu sodara, tetangga, maupun kerabat lainnya.
Seperti apa yang dilakukan oleh Duki, salah satu pendukung bahkan bisa dibilang pengusung, salah seorang calon Gubernur di provinsi kami. Bisa-bisa kesibukan sang Pengusung akan akan jauh lebih sibuk dari pada calon itu sendiri.
Komitmen calonnya harus 'menang'  membuat Duki seolah kalang kabut mengatur stategi agar Jagoannya gol menjadi gubernur di daerahnya. Dan tentu saja kalau Jagoannya gol akan semakin mudah Duki mengembangkan usahanya. Atau paling tidak dia akan memduduki jabatan paling prestisius di wilayah provinsi ini. Jadi tak ada sesuatu yang gratis, semua harus dibayar mahal...
Sebagai ketua tim sukses Duki tak segan-segan mengeluarkan kocek pribadi disamping dana yang sudah diberikan oleh Jagoannya. Dan juga para sponsor pendukung.
Walaupun dana yang terkumpul dari para donatur yang rata-rata pengusaha yang berdomisili di wilayah propinsi ini. Maklum Jagoan Duki termasuk calon unggulan yang di dukung oleh 5 partai termasuk 4 partai besar di Republik ini.
Apapun akan dilakukan Duki agar jagoannya menang termasuk menjilat tangan-tangan lusuh di perkampungan padat yang rata-rata berprofesi sebagai buruh, pengamen, pemulung bahkan preman sekalipun.
Kerjasama Duki dengan para pengusaha di membuat Duki leluasa mengintimidasi para buruh di perusahaan rokok yang mempunyai karyawan ribuan itu.
" Ibu-ibu.. Semua siapa yang tak ingin hidup lebih sukses lebih kaya....dengan fasilitas hidup yang lebih baik...?" Duki memulai kampanyenya di sebuah pabrik Rokok terbesar di kota itu. Dengan tenaga kerja buruh rokok  yang sebagian wanita akan lebih mudah Duki menyentuh masalah biaya hidup, dan harga-harga pasar yang akhir-akhir ini melambung tinggi.
" Bila, ibu-ibu menginginkan kehidupan yang lebih baik, pabrik bisa memberi upah yang lebih baik, dan harga-harga kebutuhan yang terjangkau....bantulah kami, karena bila ibu memilih Bapak Durno menjadi gubernur di propinsi ini maka bapak Durno tidak akan melupakan jasa ibu-ibu semua, Bapak Durno akan memperjuangkan kehidupan yang lebih baik, akan menurunkan harga-harga kebutuhan pokok."  Duki melancarkan rayuannya dengan janji-janji manisnya.
Usai mendengarkan Janji-janji manis , Duki membagi-bagikan amplop berisi uang 50 ribu rupiah. Para buruh senang sekali karena uang segitu seperti hasil kerja 2 hari.
Tiap hari Duki keluar masuk ke pabrik-pabrik rokok yang mempunyai buruh wanita sampai ribuan jumlahnya. Karena hampir semua pengusaha rokok di wilayah itu adalah pendukung jagoan Duki, Dengan kekuatan politik dan finansial para pendukungnya mereka yakin kalau jagoannya akan menang. Hingga berapapun biaya yang dibutuhkan mereka sepakat untuk menanggungnya.
Selain keluar masuk ke pabrik-pabrik, berbagai lomba untuk menjaring massa dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan pun diadakan. baik itu pertandingan sepakbola, bulutangkis, maupun cabang olah raga lainnya. Bahkan berbagai perlombaan karya ilmiah yang melibatkan tokoh-tokoh pendidikan di berbagai universitas di wilayah itu.
Tak ada yang disangsikan lagi. Jagoan mereka akan menang, dan setelah itu tinggal menuai hasil. Menikmati kemudahan berusaha, kemudahan perijinan tak peduli itu akan mencekik rakyat atau melusak alam lingkungan dengan usaha mereka , akan aman-aman saja, karena ijin gubernur sudah mereka kantongi. Atau bahkan mereka sendiri yang ditunjuk sebagai pejabat yang berwenang, sehingga akan memuluskan perusahaan -perusahaan mereka.
Duki sampai-sampai tidak ingat akan kekuatan dibalik itu semua, kekuatan dari Kuasa Tuhan, apapun usahamu tak akan berhasil tanpa restu dari Yang Maha Kuasa. Tetapi biar lebih dipandang sebagai agamais, Duki minta bantuan apa yang disebut dengan para Kyai, dengan mendatangi pondok-pondok pesantren untuk meminta doa dan dukungan. Para Kyai menjadi laris dan banjir pemberi sumbangan disaat seperti ini.
"Insyallaoh..Pak Durno mesti jadi, kami dari seluruh penghuni pondok pesantren akan mendukungnya " begitu yang biasa diucapkan para Kyai saat menyambut kedatangan Durno dan Duki, serta timsesnya.
Maka dengan mudahnya Duki akan bilang "Saya yang akan membangun tambahan kelas dan pondok untuk keperluan belajar mengajar disini".
Tak ada yang terlewatkan dari perhatian dan pantauan Duki dan timsesnya. Di semua kabupaten dalam wilayah Provinsi ini ada timsesnya masing-masing.
Sehingga Duki yakin seyakin-yakinnya bahwa kesuksesan sudah di depan mata. Durno pasti jadi Gubernur, dan Duki akan jadi apa saja yang akan menguntungkan usahanya untuk menumpuk kekayaan dan kekuasaan.
Pada suatu hari Durno mengundang makan malam Duki dan timsesnya, di sebuah Restoran yang sangat dijaga privasinya.
" Bagaimana Duki....apa semua sudah beres....sebentar lagi pertarungan segera diadakan PILKADA segera digelar, apa kalian semua sudah siap...."
" Siaappp...!!! "
Semua menjawab dengan serentak.
" Kita semua yakin Pak Durno pasti menang...., semua sudah beres....yakinlah.....lawan kita tak ada apa-apanya..." Duki kembali menyakinkan Durno.
" Baiklah.....jangan lupa....jaga stabilitas dan kekuatan kalian masing-masing....jangan lupa untuk menjaga kesehatan juga..".
" Siaapp..!! "
Sejak pertemuan itu Pilkada hanya tinggal 2 minggu lagi. Hari tenang sudah dimulai....walaupun beberapa timses masih ada yang kasak-kusuk disana-sini.
Duki yang sejak dimulainya pengusungan Durno sebagai calon Gubernur jarang pulang ke rumah dan memperhatikan keluarganya, saat ini sudah ada waktu buat keluarga, istri dan anak-anaknya. Yang tak begitu mengerti kenapa suaminya sangat antusias dengan PILKADA ini, bahkan tabungan mereka sudah terkuras habis buat mendukung pencalonan Durno.
Karena terlalu kecapekan Durno akhirnya jatuh sakit. "Mungkin hanya kecapekan saja.." pikir Duki dia hanya mendatangi dokter terdekat untuk minta berbagai vitamin dan obat pusing saja.
Seminggu sebelum PILKADA berlangsung Duki kembali sibuk mengkoordinasi sana-sini sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Bahkan, inilah saat-saat paling sibuk dibandingkan hari-hari sebelumnya.
Ketegangan pun terjadi ketika mendadak Duki merasakan ada yang tak beres di tubuhnya, Duki terjatuh dari kamar mandi sehari sebelum PILKADA berlangsung, sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Ternyata Duki terkena serangan stroke dikarenakan jantungnya yang sudah tidak berfungsi dengan baik.
Mau tidak mau Duki harus masuk ICU untuk menyelamatkan nyawanya dia telah dipasangi berbagai alat medis, bahkan Duki sudah tidak mampu diajak komunikasi lagi. Hanya istri dan anak-anaknya yang setia menungguinya. Derasnya air mata Duki sambil menggenggap tangan istrinya, menandakan penyesalannya yang mendalam. Karena selama ini dia tak pernah memperhatikan istri dan anak-anaknya, namun istrinya selalu berbisik memberi semangat bahwa dia akan sembuh. 
Kabar soal PILKADA tak pernah di dengarnya lagi apakah Durno akan menang atau tidak sudah bukan menjadi urusannya lagi. Dokter tidak memperkenankan membawa kabar apa-apa bagi Duki.
Sesempurna apaun yang telah disiapkan Durno dan timsesnya tak akan berarti apa-apa, setelah PILKADA selesai dan Durno dinyatakan kalah.....kekuatannya telah lumpuh sejak Duki jatuh sakit. Semua merasa mempunyai andil kemenangan sehinga mereka lupa akan adanya Dzat yang mengatur kemenangan itu. Tuhan....!!.

sumber gambar ini

Kudus, 3 November 2015
'salam fiksi'
Dinda Pertiwi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenang Menara Tetap Setegar Menara Kudus dalam Menghadapi Pandemi

Sidomukti' Istana terakhir Sang Mandor Klungsu / Joko Pring / RMP. Sosrokartono

Misteri Arah Rumah Kontrakan Kami