Gendam
Pagi itu Hesti bergegas menuju ke counter kosmetik yang
berada di sebuah Mall di kotanya. Malam tadi Hesti baru menginap di rumah salah
seorang sahabatnya, mereka bercerita-cerita hingga dini hari, sehingga paginya
mereka terlambat bangun. Mall sudah ramai benar ketika Hesti sampai di Mall
tempatnya berjualan itu. Maklumlah hari itu hari libur, hari minggu dan
menjelang ramandhan pula. Mall penuh sesak pengunjung sampai di pelatarannya.
Karena sudah
kesiangan hesti tergesa-gesa menuju tangga Escalator, untuk menuju lantai 2
Mall dimana counternya berada. Sebelum naik ke tangga tiba-tiba seorang
laki-laki berperawakan agak gemuk dan pendek menghampirinya. Menepuk pundaknya,
sambil berkata : "Mbak.....maaf menggangu.....saya mau tanya...kalau mau
ke Yogya...saya harus naik apa ya......" walau sudah tergesa-gesa Hesti
mengurungkan diri menaiki tangga escalator untuk menjawab pertanyaan laki-laki
tersebut. Dahinya agak berkerut..perpkir sejenak...kok aneh ini orang ada di
kota Kudus......kenapa kok tanya mau ke Yogyakarta ya...jauh amat, tapi
kemudian timbul rasa iba dan penasarannya, sehingga membuatnya menyurutkan
langkah menuju tempatnya berjualan.
" Yogya...jauh dari sini Pak....memang bapak dari mana
..ini kan di Kudus..jauh kalau mau ke Yogya, harus ke Semarang dulu, dari sini
naik angkot ke terminal, dari terminal naik bis ke Semarang, nanti dari
Semarang naik aja bis ke Yogya....." jelas Hesti sambil menunjuk angkot
yang lewat di depan Mall menuju terminal
bis.
Setelah memberi penjelasan walau agak penasaran juga, siapa
dan kenapa bapak itu bisa sampai Kudus
kalau mau ke Yogya, namun karena sudah kesiangan dan dia harus segera
membuka counternya yang ada di dalam Mall maka rasa penasarannya
dikesampingkan, dan melanjutkan langkahnya menuju tangga escalator.
Namun belum juga kakinya melangkah, seorang laki-laki lain
yang membawa tas belanjaan dari mall tersebut menghampirinya.
"Ada apa sih Mbak....."
Terpaksa Hesti
mengurungkan langkahnya kembali untuk menerangkan pertanyaan bapak tersebut, siapa
tahu laki-laki itu bisa mengantarkan atau memberi penjelasan yang lebih rinci
kepada bapak yang pertama tadi, dan dia bisa melanjutkan langkah untuk
berjualan.
"Bapak ini mau ke Yogya....Mas..tapi nyasar sampai
Kudus, tolong jelaskan Mas...saya mau jualan..." kata Hesti tergesa-gesa
sambil meneruskan langkahnya, belum sampai naik ke tangga, laki-laki itu
bertanya pada Bapak itu. "Memang ..mau ke Yogya mau kemana Pak...."
tanya laki-laki itu.
"Saya dari
Kalimantan mau ke Museum di
Yogyakarta.....mengembalikan kitab warisan kakek buyut saya ke museum
sesuai dengan amanah beliau sebelum meninggal...."
Kata-kata itu masih jelas terdengar di telinga Hesti
sehingga menyurutkan langkahnya, membuatnya penasaran ada kata museum dan kitab
warisan. Dua hal yang pernah menarik perhatiannya pada waktu kuliah dulu. Dan
juga kata Kalimantan mengingatkan pada adiknya yang sedang merantau
disana, hal itu membuatnya ingin
menolong bapak itu.
Hesti segera berbalik arah mendekati bapak dan laki-laki
itu. Rasa penasarannya bertambah menjadi-jadi ketika laki-laki itu berkata:
" Wah..boleh saya lihat Pak.....Mbak gak ingin tahu apa dengan yang dibawa bapak ini...kitabnya seperti apa sih
Pak..."
Tentu saja Hesti sangat penasaran. "Iya...Mas...saya
juga pingin lihat....boleh Pak...kami melihatnya sebentar....." pertanyaan
Hesti pada bapak itu.
"Boleh...Mbak...tapi disini ramai...rawan...karena
kitab yang saya bawa ini mempunyai nilai tinggi....saya takut membukanya di
tempat umum...nanti ada orang yang bermaksud tidak baik.."
"Waah...di
sebelah mall ini ada Rumah Sakit Pak...mungkin disana agak sepi...bisa kita
kesana...ayo mbak ikut nggak...." kata laki-laki tersebut.
"Iya..Pak...tapi
saya mau naik sebentar naruh tas saya ini ke laci counter tempat saya jualan di
atas..."
"Gak..usah mbak...sebentar saja..saya tergesa-gesa
kok..." ujar bapak itu.
"Oke...pak saya
ikut sebentar..." kata Hesti sambil mengikuti kedua laki-laki itu yang
sudah berjalan di depannya.
Diperjalanan menuju Rumah Sakit Hesti berpikir kenapa harus
ke Rumah Sakit ya....kan di depan itu ada sebuah Rumah Makan yang agak sepi
...apa gak lebih baik kesana aja ya... "Pak...jangan di rumah Sakit deh
Pak....kan lebih baik kita ke Rumah Makan di depan sana....yang sepi dan nyaman
lebih leluasa......"pinta Hesti seolah sudah tak ingat akan counternya
lagi.
"Iya..mbak..klo mbak menginginkan kita ke Rumah Makan
lebih baik kita kesana aja......biar kita bisa sambil minum-minum.."
Tak lama kemudian mereka sudah berada di Rumah Makan yang ada di depan Rumah Sakit. Mereka
langsung memesan minuman, Hesti memesan
Es Teller kesukaannya.
"Begini ya ...Mbak...Mas....sebelum saya membuka kitab
ini maukah kita berdoa sebentar karena kitab ini sangat mengandung
magis...." Bapak itu memulai aksinya.
Namun belum selesai
Hesti membaca doa apa-apa, bapak itu sudah bilang amin...selesai.
"Selanjutnya
maukah Mas dan Mbak...berjanji tidak akan menceritakan pada seorangpun kalau
sudah pernah melihat kitab ini....karena nanti setelah melihat kitab ini kalian
akan mempunyai kesaktian...bahkan bisa menolong orang yang sakit..."
sambung bapak itu.
"Waaah.....kita
beruntung sekali Mbak....bisa diberi kesempatan melihat kitab yang sangat
banyak kesaktiannya ini.....Pak maaf...kalau kitab itu tidak usah dikembalikan
ke Museum tapi biar untuk saya saja gimana....saya sanggup membayar berapa pun
yang bapak minta..kok.." ujar lelaki
muda itu menimpali.
"Maaf..Mas..saya
tidak ingin menjual belikan kitab ini...karena kitab ini nilainya tak mungkin
terjangkau oleh kita..." jawab bapak itu. Lalu bapak itu memandang Hesti
dengan seksama. "Saya malah cenderung ingin mengamanatkan kitab ini pada
Mbak nya ini....karena saya lebih percaya pada mbak ini sehingga akan lebih
banyak menolong orang....karena saya lihat mbak
hatinya yang lebih bersih....namun sayang....sepertinya mbak ini...ada
sesuatu di dalam tubuhnya....mungkin telah ada orang yang mengguna- gunai
mbak....coba mbak matanya dipejamkan..telapak tangannya dibuka...." ,
Bapak itu terus saja melancarkan aksinya tanpa disadari
Hesti. Hesti hanya menurut saja kata-kata bapak itu dengan membuka telapak
tangannya. "Maaf...mbak..ternyata dugaan saya benar...coba mata mbak
dipejamkan saya ingin mengambil sesuatu yang ada dalam tubuh mbak..melalui
ujung cari mbak.."
"Iya..Pak terima kasih padahal..saya gak merasa punya
musuh looh...mosok ada yang jahat kesaya memasang sesuatu di tubuh
saya..." jawab Hesti menerangkannya.
"Mbak....kita jangan percaya begitu saja pada bapak
ini...coba kalau memang dia sakti sebaiknya bapak ini kita uji terlebih dulu
Mbak......" bisik lelaki yang muda itu ke arahku ketika tiba-tiba bapak
itu berdiri agak menjauh.
"Bapaknya suruh nebak....uang lima puluh ribuan ini
genggam tangan kanan dan uang sepuluh ribuan ini gemggam tangan kiri...coba
nanti bapaknya suruh nebak...." setelah bapaknya mendekat tiba-tiba bapak
itu bilang kalau tangan kanan Hesti ada uang Lima puluh ribuan dan tangan
kirinya pegang uang sepuluh ribuan.
Hesti masih belum mengerti juga permainan dua lelaki yang
baru dikenalnya itu. Tapi nalarnya tak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
"Mbak....sepertinya ada seseorang yang
sedang mengguna-gunai mbak....kalau mbak gak percaya biar saya obati....mungkin
ada sesuatu yang ditanam dalam tubuh mbak..." Hesti masih belum mengerti
kok tiba-tiba bapak itu bilang begitu, tapi Hesti nurut saja apa perintah kedua
laki-laki itu.
"Coba mbak..pejamkan matanya sebentar...ulurkan
ibujarinya ya...." Hesti hanya mengikuti perintah itu. "Sudah
mbak..buka matanya ...ini saya mengeluarkan sebuah paku dari ibujari
Mbak...." meski tak percaya Hesti sempat terkejut juga...mosok sih ada
paku di tubuhku....tapi belum sempat berpikir panjang bapak itu sudah terus
melancarkan aksinya. "Begini mbak....saya percaya pada mbak...kitab pusaka
ini mau saya kasihkan sama mbak....tapi saya harap tubuh dan harta mbak bersih,
tadi saya sudah membersihkan tubuh mbak..dengan mengambil paku dari tubuh
mbak..sekarang mbak tinggal membersihkan harta benda mbak..." belum
selesai Hesti mengerti kata-kata bapak itu, laki-laki yang muda itu
mengeluarkan semua uangnya dari dompet, bukan itu saja HP dan juga cintin
batunya pun diserahkan pada bapak itu... " Saya juga ingin membersihkan
harta benda saya pak...tolong harta benda saya ini dibersihkan dan didoakan
ya.....mbak apa gak ingin harta bendanya bersih to..."
Hesti sempat melonggo tak mengerti tapi dia segera meniru
tindakan laki-laki itu dengan menyerahkan uang yang ada di dompetnya, padahal
dia ingat kalau uang itu akan digunakan untuk membayar gaji bulanan 2
karyawannya.
Tapi belum sempat berpikir panjang bapak itu berkata :
"Mbak..jangan kuatir ini hanya saya bersihkan, saya doakan saja nanti saya
kembalikan...."
"Mbak..mosok hanya uang saja...itu mbak pakai kalung,
anting dan juga cincin .......kasihkan aja mbak biar dibersihkan
bapaknya..." lagi-lagi Hesti belum bisa berpikir panjang tapi hanya
menurut saja mencopoti semua perhiasan yang ia gunakan dan memberikannya pada
bapak itu.
"Mbak...lah itu HP nya gak dikasihkan....mbak pasti
punya ATM juga kan ..kasihkan aja mbak..biar harta benda kita bersih..."
tanpa bisa berpikir panjang Hesti hanya menurut aja memberikan HP dan ATM harta
bendanya terakhir yang masih ada semua diberikan pada bapak itu.
"Mbak....ngasih ATM kok gak sekalian PIN-nya kan nanti
susah mendoakannya..." Hesti pun segera mengambil kertas dan pulpen dan
menuliskan PIN 2 ATM-nya dan
memberikanya pada bapak itu..
"Jangan kawatir
mbak..saya hanya ingin mendoakan saja...." kata bapak itu setelah melihat
ada keraguan di wajah Hesti. Hesti masih berpikir akan didoakan saat itu juga
dan segera semua di kembalikan, tapi ternyata..
" Mbak...ini
saya tidak bisa konsentrasi kalau berdoa
di sini ...harus di pondok ....ini saya bawa dulu ya...nanti kalau sudah
selesai didoakan akan saya kembalikan ke rumah mbak..." "
Iya..mbak..jangan kawatir nanti sama saya mengembalikannya...barang-barang saya
juga dibawa bapaknya kok..." laki-laki muda itu menyakinkan Hesti.
" Tolong tulis nama , alamat dan no telp
rumah..ya...biar gampang saya menghubungi mbak..untuk mengembalikan
barang-barang ini......" bapak itu berusaha menyakinkan agar tak perlu kwuatir dengan barang-barang
dan uang Hesti. Setelah itu Bapak itu menyerahkan bungkusan kain putih kepada
Hesti .
"Ini
Mbak....kitab yang saya bawa....sekarang saya lebih mantab menyerahkan kepada
mbak daripada mengembalikannya pada Museum, nanti biar saya yang minta ijinkan
kepada almarhum kakek saya.....karena kakek saya pasti akan senang bila kitab
ini berada di tangan mbak...tolong bukanya nanti saja setelah saya selesai
mendoakan harta benda dan mengembalikannya pada mbak ya...."
" Waaah..mbak
beruntung sekali...saya sebenarnya yang ingin merawat kitab itu...tapi ternyata
bapak itu lebih memilih mbak.....selamat ya Mbak...." kata laki-laki muda
itu untuk lebih menyakinkan saya.
"Sudah...ya
mbak...saya harus segera ke masjid untuk mendoakan barang-barang mbak
ini...." Bapak itu sudah ingin mengakhiri aksinya.
"Pondoknya di mana Pak...saya ikut... biar nanti bapak
tak usah mengantar ke tempat saya ....saya menunggu saja ya...." pinta
Hesti.
"Gak usah mbak.....pondoknya jauh.....nanti aja kalau
sudah selesai saya akan ke rumah mbak ...." sambil mereka berjalan keluar
dari rumah makan.
"Mbak..langsung pulang saja ya...gak usah jualan
dulu......dan jangan cerita siapa-siapa ya di rumah nanti...." kata bapak
itu tadi sambil memanggil becak yang ada di depan rumah makan itu.
Hati Hesti senang
sekali karena bapak itu memberinya uang duapuluh ribu untuk membayar becak itu.
Hesti jadi ingat kalau di dompetnya sudah gak ada uang lagi. Semua sudah
diberikan kepada bapak itu, termasuk HP yang baru dibelinya kemarin sore, dan
sepasang anting berlian dan cincin berlian.
Aah....biar sajalah
toh ntar sore dikembalikan, hanya didoakan saja kok......tapi apa bener
ya....pikirannya kacau antara percaya atau tidaknya janji bapak itu.
Sesampainya di rumah
Hesti langsung membersihkan diri dan masuk kamar. Kacau banget pikirannya,
namun seperti kata bapak tadi Hesti harus diam aja di kamar dan tidak
menceriterakan pada siapa pun tentang peristiwa ini. Dia hanya menunggu sore
dan malam , seperti janjinya bapak itu akan datang memberikan semua
barang-barangnya yang sudah didoakan .
Malam tiba sudah....tapi tak ada tamu satu pun, Hesti
bertanya apa ada tamu yang mencarinya, kakaknya bilang tak ada siapa-siapa.
Sampai jam 9 malam telpon rumahnya berbunyi, Hesti segera bergegas, itu pasti
bapak yang tadi pikirnya.
"Halo....ini
Mbak Hesti ya....begini mbak...saya tidak bisa datang malam ini..tapi besok
saya akan datang.....tapi begini mbak...untuk membersihkan harta mbak
ini...mbak harus memberi donatur pada Panti Asuhan sebesar 20 juta...segera di
transfer ya mbak.....ini syarat untuk membersihkan dan mendoakan mbak looh..."
"Tapi saya saat
ini gak punya uang lagi pak kan ATM saya ada di bapak...."
"Pokoknya segera ditransfer ke rekening mbak sendiri
yang ATM-nya saya bawa ini....saya yakin besok pagi mbak bisa
mengusahakannya..kalau mbak ingin selamat...." nada bapak disana sudah
mulai mengancam juga.
Setelah menerima telpon itu, Hesti berpikir kepada siapa
hendak meminjam uang itu ya...toh nanti bila barang-barang dan ATM-nya sudah
dikembalikan bapak itu dia aka segera mengembalikan juga.
Namun beberapa teman
dan saudara yang dia telpon hendak dipinjami uang malah jadi terheran-heran,
buat apa Hesti sampai pinjem-pinjem uang segala.
Sampai esok siangnya
bapak itu telpon lagi. "Mbak...kenapa uangnya belum di tansfer
juga.....saya jadi tidak bisa membersihkan harta mbak...dan belum bisa
mengembalikannya...." kilah bapak itu sambil terus memojokkan Hesti agar
mau segera mengirim uang ke rekeningnya.
Karena waktu sudah
sore dan bapak itu tak ada juga datang, akhirnya Hesti menceriterakan kejadian
ini kepada kakaknya.
"Apa !!!!!.....kamu kena gendam itu...gak mungkin orang
itu mengembalikan barang-barangmu.....malah mau minta uang tambah ..pula, sudah jangan ditransfer uang
lagi.." kata kakak Hesti kaget dengan peristiwa yang dialami adiknya.
Hesti kaget setengah
tak percaya..bahwa apa yang dialami adalah gendam. Berarti semua
barang-barangnya sudah tak mungkin kembali.
Lemas badannya, dia
ingat uang yang ia berikan kemarin itu adalah uang untuk membayar 2 karyawannya
yang harusnya dia berikan kemarin. Dari mana dia akan mendapat uang secepat
ini, pasti 2 karyawannya sudah menunggu
. Belum lagi uang di ATM-nya yang merupakan uang cadangan
untuk membeli barang-barang dagangannya. HP
kesayangan yang baru dibelinya, dan perhiasan yang penuh kenangan. Semua
hilang sudah.....lemes badan Hesti.
Namun bagaimanapun
Hesti masih bersyukur hanya hartanya saja yang hilang, orang itu tidak sampai
menciderai tubuhnya.
Pelajaran penting bisa dipetik dari peristiwa yang
dialaminya. Semoga ini bisa benar-benar membersihkan hartanya di depan Tuhan,
itu saja harapan Hesti, daripada kecewa terlalu dalam.
Kudus. Sabtu 17
Januari 2015 ; 08:08
'salam fiksi'
Dinda Pertiwi
sumber gambar
good post, memang kita harus berhati-hati, sekarang ini banyak orang yang melakukan kejahatan, kadang kita tertipu dengan penampilannya
BalasHapusterima kasih Pak Surya...
HapusBegitulah Pak...dimanapun kita hrs selalu berhati-hati dan minta perlindungan-Nya.
Waduh! Kasian itu si Hesti. :(
BalasHapusIya dik...udah abis abisan..
Hapus