Januari dan Aku



Pedih mata ini ketika aku berusaha untuk bangun setelah sayup-sayup aku dengar suara adzan subuh bergema, rasanya aku belum seutuhnya tidur malam ini. Tubuhku memang berbaring dan mataku terpejam tapi hati dan pikiranku tidak sama sekali. Semakin berusaha aku untuk melupakan peristiwa jahanam itu, semakin lekat sakit di hatiku. Kepedihan yang telah aku pendam bertahun-tahun lamanya. Kepedihan yang telah meluluh lantakkan hari-hari ceria dan penuh harapan. Aku merasa yang ada padaku saat ini hanyalah tinggal jasadku, ragaku semata. Karena aku telah kehilangan jiwa, kehilangan masa depan dan tubuhku berasa hanya sampah....belaka.

Aku merasa ragaku sangat kotor...kotor sekali seakan air seribu mata air tak akan bisa membersihkan tubuhku.....Ya Tuhaan.......apa aku harus menjalani hukuman sesuai hukum-Mu dulu agar raga ini bersih kembali....???!

########



Aku masih ingat peristiwa sepuluh tahun yang lalu, saat malam pergantian tahun seperti saat ini. Waktu itu aku baru saja menjadi mahasiswa, baru saja measakan hidup jadi anak kost, baru saja bebas dari pantauan ortu sehaian penuh. Aku bersama teman-teman satu kost ingin menikmati moment pergantian tahun pada sebuah pesta yang diadakan salah seorang teman dan teman kami sekost. Sebut Yudo, namanya. Kebetulan kami dan teman-teman sekost masih jomblo, jadi dari pada bengong di kost lebih baik kita ikut pesta yang selenggarakan Yodo di sebuah Villa di daerah pegunungan.

Apalagi Yudo sudah berjanji akan menyediakan transportasi untuk membawa kami ke tempat  pesta itu. Masing-masing dari kami berusaha untuk dandan secantik mungkin siapa tahu mendapatkan orang yang pas untuk menjadi kekasih.

Jam 8 malam seorang laki-laki yang berusia 27 tahunan datang ke tempat kost kami, lelaki yang mengenalkan dirinya dengan nama Mick itu mengaku dapat mandat dari Yudo untuk menjemput kami, seperti yang dikatakan Yudo dalam telponnya tadi.

Ternyata Mick pria yang cukup ramah walaupun dari tingkah lakunya dia agak canggung menjadi bahan omongan di dalam mobil, oleh kami berempat. Aku, Nia, Via dan Marisa. Aku yang duduk disamping Mick di depan, tak begitu menanggapi ketika teman-teman meledeki aku yang katanya cocok bergandeng dengan Mick.

Tiba di tempat pesta, alunan music lembut menyapa kami bersamaan dengan minuman dan hidangan yang telah tersedia, Yudo menyambut kami dengan hangat. Dan mempersilahkan bergabung dengan tamu undangan lainnya untuk menikmati hidangan , dan mencari tempat yang nyaman sendiri. Villa yang mempunyai ruang lobby yang luas tertata dengan sangat bagus dan nyaman untuk kami saling menyapa, bercerita, berdansa maupun sekedar mojok berdua.

Disaat kami sedang asyik-asyiknya menikmati hidangan Mick mendekatiku, kami akhirnya mojok berdua di taman samping yang lebih tenang, disana kami ngobrol berdua. Suasana dingin pegunungan dan rinai hujan membawa kami lupa bila kami baru saja berkenalan. Mula-mula Mick hanya memegang tanganku saja sambil kita ngobrol.....

Entah setan dari mana, sepertinya aku sudah tidak peduli lagi ketika Mick secara perlahan merayuku, membuaiku untuk menyusup ke dalam sebuah kamar yang ada di Villa itu.

Hanya kami berdua di kamar itu.....suara hinggar binggar tempat pesta masih terdengar bersama alunan music yang sangat romantis.

Mick...rupanya..pria yang sangat piawi memikat aku, hingga dengan suka rela aku membiarkan tubuhku dijamahnya.....pengaruh sedikit minuman berakhohol membuatku semakin tertantang dengan sentuhan-sentuhan Mick di tubuhku.....dan akhirnya darah keperawananku pecah olehnya. Aku baru tersentak kaget ketika darah mengalir dari keperawananku....aku baru menyadarinya.......namun semua sudah terlambat. Aku telah menyerahkan mahkotaku....betapa bodohnya aku.

Mick.... menyesal dan meminta maaf padaku. Aku segera berlari ke kamar mandi yang ada di kamar itu. Aku siram, aku guyur tubuhku sambil menangis menyesal apa yang telah kami lakukan....aku merasa tubuhku sangat kotor sehingga aku perlu membilas, dan mengguyurnya berkali-kali.....

Sejam lebih aku masih di dalam kamar mandi yang aku kunci dari dalam. Mick berkali-kali mengetuk pintu agar aku segera keluar dari kamar mandi, " Nanti kamu...masuk angin  Nin.....ayolah keluar..." begitu teriak pelan Mick yang tak aku pedulikan.

Hingga fajar menjelang....tubuhku yang kelelahan terpuruk di sudut Kamar Mandi dengan uraian air mata penyesalan.

Akhirnya aku membuka pintu setelah aku hampir pinsang di dalam. Mick segera membawaku ke tempat tidur dan menyelimutinya agar tidak kedinginan....aku meminta agar Mick menjauhiku. Aku jadi benci sekali melihatnya. Walau ia merayuku berkali-kali bahwa akan bertanggung jawab bila aku hamil, dia akan menikahiku. Persetan kau Mick....!!!.

Tak aku hiraukan dia, laki-laki yang telah mengambil mahkotaku, yang telah membuat aku jijik pada diriku sendiri. Yang membuatku menjadi takut melihat masa depan.

Tapi aku ingat teman-temanku yang lain, mengapa mereka tak ada yang mencariku, apa mereka tahu kalau aku sudah masuk kamar bersama Mick. Aku segera merapikan kembali bajuku, dan menghapus air mataku seakan-akan tak terjadi apa-apa denganku. Aku segera keluar kamar dan menuju tempat pesta. Remang -remang alunan music lembut masih mengiring pasangan-pasangan yang telah asyik berdansa. Aku melihat Nia, Via dan Marisa sedang asyik dengan pasangannya masing-masing sehingga mereka seolah tak peduli kehadiranku kembali di tempat itu.

Pagi menjelang kami pulang diantarkan Mick kembali ke tempat kost, dan sejak itu Mick sering datang, kami akhirnya jadian. Walaupun sesungguhnya aku sudah membecinya. Namun berkali-kali Mick menyakinkan aku untuk bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Walau sudah perpacaran dengannya tak pernah lagi aku memberinya kesempatan untuk mengulangi perbuatannya kembali.

Hingga setahun kemudian kami bertengkar hebat, karena Mick tak berhasil lagi menyentuh tubuhku. Dia akhirnya menghilang...janjinya untuk menikahi akupun sirna.

Tapi bagiku itu menjadi lebih baik dari pada menikah dengan pria yang tega mengambil mahkotaku sebelum kami sah menjadi suami-istri.

Sejak itu aku menutup diri, tak ada pria yang singgah dalam hidupku lagi. Aku merasa diriku yang telah kotor ini tak pantas untuk pria baik-baik. Sudahlah kalau memang nasibku untuk hidup sendiri seumur hidup pun aku menerima.

Dan hingga sepuluh tahun ini, aku masih hidup sendiri, aku mencoba fokus pada karier yang telah aku jalani. Hingga saatnya nanti, bila Tuhan ijinkan aku mendapatkan laki-laki yang baik yang mau menerima aku apa adanya.

Januari....kini datang kembali, esok hari semoga matahari bersinar memberiku semangat kembali untuk mengejar cinta yang telah hilang.



Januari, 2016

Salam Fiksi

Dinda Pertiwi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenang Menara Tetap Setegar Menara Kudus dalam Menghadapi Pandemi

Sidomukti' Istana terakhir Sang Mandor Klungsu / Joko Pring / RMP. Sosrokartono

Misteri Arah Rumah Kontrakan Kami