Liburan Ala Saya, Keliling Kota Kudus




Sebennernya bisa  bisa kapan saja sih , menikmati sesuatu yang ada di kota tapi kalau sendiri, gak seru lah….maka aku tunggulah teman-teman yang di luar kota untuk liburan ke Kudus.
Pada waktu libur  berurutan kemarin beberapa teman yang saat ini sudah hidup menetap di ibukota maupun di kota-kota lain, di grup WA mengungkapkan ingin liburan  pulang  ke kota masa kecil , kota kami Kudus tercinta…. Walaupun tidak semua  mereka yang pulang ke kota masa kecil bisa  pulang ke rumah masa kecil atau rumah orang tua. Karena rumah orang tua yang sudah tiada ,  rumah sudah dijual  atau lainnya. Namun semangat untuk pulang ke kota masa kecil tetaplah menggelora, karena sekarang banyak hotel dan tempat menginap untuk keluarga yang tersedia di kota Kudus, jadi kenapa bingung-bingung….
Pagi  itu walau rintik hujan masih menyelimuti kota Kudus, tidak menyusutkan niat kami berkeliling menikmati kenangan masa lalu.
Awal pagi itu kami ingin menikmati sarapan dulu dengan makanan khas Kudus yang murah meriah, yaitu Lenthok Tanjung Kudus. Di pusat lentok Tanjung tepatnya di perempatan menuju desa Tanjung. Disana berderet-deret kios makan, yang khusus menyedian menu sarapan Lenthok tersedia dari pagi sampai jam sebelas siang.
Lenthok.


Makanan khas Kudus yang biasanya disajikan pagi hari untuk sarapan ini, berbahan sayur nangka muda, dan kothokan tahu. Apa itu khotokan tahu ?  Kothokan  tahu adalah tahu yang digoreng gemendhu  (  tidak terlalu matang ) kemudian disayur dengan santan.
Lenthok  Tanjung  disajikan dengan lontong yang dibuat besar-besar kemudian diiris-iris. Rasa gurih sayur Nangka muda berpadu dengan khotokan tahu  menjadikan hidangan sarapan ini tidak terlalu berat walaupun cukup mengenyangkan. Porsi yang disajikanpun kecil, hanya satu piring kecil yang dilapisi dengan daun pisang.
Walaupun rasanya selangit, namun harga seporsi Lenthok hanya 4.000 rupiah saja saat ini, bahkan kemarin-kemarin sebelum harga-harga kebutuhan dapur naik, harganya seporsi Lenthok hanya 3.000 rupiah saja.
Lenthok khas Kudus ini hanya dijual dan dibikin oleh penduduk desa Tanjung  atau Tanjung Karang saja, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Jati Kudus ke arah Prwodadi.
Hampir semua penjual Lenthok yang menyebar di seluruh wilayah kota Kudus berasal dari desa Tanjung ini,. Bahkan ada beberapa yang berjualan lenthok sampai keluar kota, yaitu daerah-daerah sekitar Kudus, seperti Pati, Jepara dan Demak.


Dulu pada waktu saya masih kecil ada bapak-bapak yang berjualan lenthok  keliling dengan pikulan yang khas. Namun sekarang setelah banyak penjual lenthok yang mempunyai kios , penjual lenthok keliling tidak ada lagi.
Usai menikamti Lenthok Tanjung kami berkunjung ke rumah teman, dan ternyata rumah yang dulu adalah rumah tinggal biasa , sekarang menjadi sebuah Guest House dan kost-kostan.

La Rose Guest House & Kost


Karena  kedua orang tua sudah tiada  dan tak satu pun putranya tinggal di kota Kudus, maka atas kesepakatan bersama  rumah keluarga diubah menjadi  Guest House dan Kost-kostan yang  disewakan.  Dengan nama La Rose Guest House & Kost.


Gust House dengan    4 kamar tidur, ruang keluarga, pantry  dan 2 kamar mandi dibandrol dengan harga Rp  600.000 per malam. Sedangkan kamar kost dengan kamar mandi dalam dan AC  dibandrol dengan harga  950.000 per bulan.
Suasana tenang dan kekeluargaan membuat Guest Hoesu ini tak pernah sepi pengunjung di hari-hari libur. La Rose Guest House dan Kost ini terletak di Jl. Getas Pejaten Gang Gatutkaca No. 44 Kudus ini dapat di pesan dahulu bila anda dan keluarga sedang berkunjung ke Kudus dan membutuhkan penginapan murah namun fasilitas tidak murahan. Silakan hub Ryo : 085 226 394 696.

Usai sejenak menikmati suguhan the hangat di Guest Hoese milik teman, kami melanjutkan perjalanan menuju desa  Jepang. Atau dalam bahasa Kudus dibilang desa Njepang. Habis karena ke Jepangnya gak perlu naik pesawat sih…

Desa Jepang.


Desa Jepang yang masuk wilayah kecamatan Jati  kabupaten Kudus, ini letaknya  sekitar 3 KM di sisi kiri jalan lingkar selatan dari terminal Kudus, menuju Pati. Atau dari kota menuju desa Njepang melewati perempatan Mbejagan menuju kea rah desa Loram , belok kiri lurus  …
Di desa  Njepang ini banyak sekali industri rumahan yang bisa  mengangkat perekonomian penduduknya. Seperti  banyaknya usaha konfeksi pakaian, pembuatan tas berbagai macam tas, isdustri ayaman dari bamboo, seperti pembuatan besek, tampah, dan lain-lain.


Yang unik dari para pengrajin aneka ayaman dari bamboo ini rata-rata sudah berusia  sepuh-sepuh, dan masih mengerjakan sendiri dengan teliti, karena generasi jarang ada yang mau lagi mewarisi ketrampilan ini. Seperti dituturkah Mbah Wakijah ( usia 70 tahun )  yang masih setia membuat besek, walaupun harga jualnya murah sekali, yaitu hanya Rp 500 sepasang..


Karena hujan yang tak kunjung reda, kami segera melanjutkan perjalanan ke desa Hadipolo.


Desa Hadipolo.


Desa Hadipolo terletak di kecamatan Jekulo kabupaten Kudus. Atau dari kota Kudus menuju ke kota Pati setelah melewati desa Ngembal Kulon, masuklah ke gang-gang sepanjang  desa Hadipolo.Disana kita akan menemui banyak pengrajin hasil  logam seperti pembuatan gunting, tatah, pisau, cangkul, arit , cangkul dan sebagainya atau disebut pande besi.
Biasanya setiap pengrajin mempunyai ketrampilan masing-masing, jadi yang pandai membuat gunting misalnya, mereka akan membuat gunting saja seterusnya. Yang pandai membuat pisau juga akan membuat pisau terus dengan berbagai ukuran.

Hasil produksi logam olahan desa Hadipolo atau lebih dikenal desa Mbareng  ini dipasarkan sampai ke berbagai penjuru tanah air, namun sayang ketrampilan ini juga hanya dimiliki oleh kaum sepuh ( tua) saja, karena jarang ada generasi muda yang mau meneruskannya..
Seperti yang dituturkan Pak Rukani pembuat pisau dari Desa Hadipolo Rt 1 Rw 1 ini, setiap bulan akan diadakan semacam pawai arak-arakan gunungan yang terbuat dari hasih kerajianan logam olahan se desa Hadipolo. Dengan harapan bisa menarik minat masyarakat untuk menggunakan produksi desa Hadipolo ini, juga untuk membangkitkan semangat generasi muda agar mau mewarisi tradisi leleuhur mereka sebagai pengrajin logam olahan.

Karena hari sudah siang dan hujan juga belum reda kami segera pulang, namun sebelum pulang kami sempat foto-foto selfie di halaman Oasis dan makan siang di pecel kikil di perempatan Mbejagan ke timur dikit.


Kudus, 24 Maret 2017

Dinda Pertiwi

Salam hangat selalu....




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenang Menara Tetap Setegar Menara Kudus dalam Menghadapi Pandemi

Sidomukti' Istana terakhir Sang Mandor Klungsu / Joko Pring / RMP. Sosrokartono

Misteri Arah Rumah Kontrakan Kami