Mendulang Asa di Bumi Borneo /3/

Tanjung Tabalong kota yang sedang tumbuh dengan pesat, karena kekayaan alamnya yang begitu melimpah. Baik itu tambang, hasil perkebunan seperti karet, kelapa sawit, maupun buah-buahan, seperti langsat, cempedak, durian dan lain-lain. Di sector tambang ada : minyak, gas maupun batubara. Terutama tambang batubara yang sedang marak diekspose besar-besaran. Beberapa perusahaan tambang besar ikut andil beroperasi di kota ini, seperti PAMA, BUMA, SIS dan RA. Untuk tambang minyak yang sudah ada sejak jaman dahulu kala dikuasai oleh Pertamina, Pertamina telah membangun infrastruktur secara rapi, bagus dan lengkap di kota Tabalong ini. Seperti kawasan perumahan, taman, rumah sakit, sekolahan, masjid, dan minimarket,

Belum ada yangdiperuntukan buat karyawan dan masyarakat di sekitarnya.
Karena tambang batubara sedang berkembang secara besar-besaran, maka di kota Tabalong banyak pendatang dari berbagai daerah di Indonesia untuk bekerja di sana. Hal ini menggeliatkan roda perekonomian setahun tinggal di Kelayan Banjarmasin, Imoeng harus pindah ke kota Tanjung Tabalong. Yang jaraknya kira-kira 6 jam perjalanan dari Banjarmasin, ke arah Kalimantan Timur.
kota Tanjung Tabalong  untuk tumbuh pesat.

Kota Tabalong menjadi kota yang tepat bagi Imoeng untuk memulai usaha di kota ini. Demikian pula dengan Koperasi yang sedang ditangani oleh Sofian berkembang sangat pesat di kota ini. Karena banyak masyarakat yang membutuhkan modal untuk memulai usaha.

Dengan mengontrak rumah bagian belakang yang biasanya dipakai untuk dapur , untuk  mendapatkan harga kontrak yang lebih murah. Imoeng melanjutkan usahanya selain membuat berbagai macam keripik dan rempeyek, Imoeng juga membuat telur asin, dan sore hingga malam hari Imoeng berjualan jamu seduh yang biasanya pembelinya adalah karyawan tambang yang capek kerja seharian.
Enam bulan sejak kedatangannya ke Kalimantan Imoeng, pulang ke Kudus untuk mengambil kedua anaknya yang masih tertinggal.  Namun sayang hanya anaknya yang nomer 2 tidak mau diajak paling kecil yang mau diajak ke Kalimantan, sedang Dwi anak serta.

Kedatangannya ini juga untuk melunasi sebagian hutang-hutangnya.
“ Kurang berapa lagi Lek…hutang saya “ Tanya Imoeng pada salah seorang rentenir yang dihutanginya.
“ Masih kurang banyak Mbak….karena beberapa bulan dulu tidak dibayar jadi bunganya berlipat “
“ Kan setiap bulan saya sudah mengirim uang untuk menyicil kenapa masih segitu..?”
“ Itu baru bayar bunganya, belum modalnya dan juga bunga beberapa bulan sebelumnya tidak bisa bayar kan…!”
“ Ah…yang bener …aku gak mau kalau seperti itu…gak akan selesai kalau begitu, aku hanya mau bayar jumlah hutang waktu aku pinjang dan bunga yang wajar, aku tak mau bayar bunga berbunganya…”
“ Tidak bisa Mbak…kalau hutang sama saya ya…harus ikut aturan saya.”
“Tidak bisa…besok saya balik ke Kalimantan, saya hanya akan kirim uang jumlah yang saya hutang saja..kalau tidak mau lebih baik tidak usah saya kirim uang lagi. “ 
“ Ya …sudah pokoknya kamu harus tetep kirim uang ke aku...ya..”
Akhirnya Imoeng balik lagi ke Kalimantan dengan membawa catatan masih ada 2 orang lagi yang harus dia lunasi hutangnya. Dengan rentenir itu sudah tidak begitu banyak, menurut hitungannya.

Perjalanan sendiri naik kapal dengan Ais, yang masih berusia 6 tahun membuat Imoeng  harus kuat karena di dalam kapal Ais badannya sempat deman tinggi, mungkin tidak kuat dengan angin laut, ini juga menjadi perjalanan laut pertama kali buat Ais. Imoeng harus kuat diperjalanan agar bisa menenangkan anaknya yang agak rewel.
Sampai di pelabuhan Trisakti Banjarmasin, suaminya sudah menjemput bersama Ayuk yang terpaksa mbolos sekolah untuk menjemput ibu dan adiknya.
Ayuk sudah sangat kangen dengan adiknya, Ais yang sudah lebih dari 6 bulan tidak ketemu, keadaanlah yang memaksa mereka bepisah. Tapi semua sudah berakhir mereka akhirnya sudah bisa berkumpul kembali.

“ Mbak Ayuuk….” Teriak Ais dari atas kapal ketika kapal hendak merapat, dan melihat Ayuk serta ayahnya sudah di bawah.
“ Ais….” Teriak Ayuk membalas teriakan adiknya.
Setelah Imoeng dan Ais turun dari kapal. Ayuk mencium dan memeluk adiknya agak lama  dengan penuh kerinduan, dan keharuan.
“ Mbak Ayuk kangen banget sama Ais, syukurlah kita sudah kumpul kembali “
“ Ais juga kangen Mbak Ayuk dan juga Bapak.”
“ Kenapa kemarin Ais ditinggal sendiri di rumah nenek…?”
“ Sudahlah yang penting kita sudah kumpul sekarang “ potong Sofian agar anak-anaknya tidak larut dalam keharuan.
“ Ais…kita makan dulu ya sebelum pulang ke rumah kita, karena rumah kita masih jauh “
“ Ais mau maem sama Mbak Ayuk..”
“ Iya…kita makan semua sebelum melanjutkan perjalanan kembali “
Selesai makan mereka singgah ke kantor KSP yang ada di Banjarmasin dulu untuk sekedar mandi dan melepas lelah sejenak. Untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Tanjung Tabalong pada malam hari.
Pagi hari mereka baru sampai ke Tabalong karena perjalanan malam hari agak tersendat dengan banyaknya truck pengangkut batubara liar yang beroprasi menggunakan jalan raya umum dari mulai Barabai sampai ke Banjarmasin.
Ais senang sekali karena rumah yang mereka tempati lain dari rumahnya di Jawa.
“ Mbak Ayuk…rumah kita tinggi ya..”
“ Ais harus hati-hati jangan main naik turun tangga terus ya…nanti terpelosok “
“ Buk…besok Ais daftarkan di sekolah Ayuk ya…biar kita bisa sekolah sama-sama “
“ Belum bisa Nak…Ais kan harus melanjutkan TK dulu, sampai ada pendaftaran masuk SD nanti. “
“ Gak mau...Ais mau sekolah bareng Mbak Ayuk saja..”
“ Iya…Ais sekolah TK-nya juga dekat kok sama sekolah Mbak Ayuk “
“ Besok Ibu antar bareng ya..”

Kebahagian itu sudah dapat mereka rasakan kembali, paling tidak sedikit beban yang dirasakan Imoeng sudah agak berkurang, karena lama berpisah dengan buah hatinya yang masih kecil membuatnya sering tidak bisa tidur dan resah, memikirkan apa yang sedang dialami anaknya bila sedang jauh darinya, walaupun ia percaya kalau mertuanya telah menjaga Ais dengan baik.

Tetapi bagaimanapun juga Imoeng masih memikirkan Dwi, anak nomer 2 dari perkawinannya yang bertama itu. Karena ternyata Dwi di Kudus, tidak mau sekolah dan tidak mau tinggal bersama keluarga saudaranya tetapi lebih memilih tinggal bersama teman-temannya, yang belum tentu baik pergaulannya.

Imoeng melanjutkan aktifitasnya untuk membuat keripik dan rempeyek  kembali, sedang untuk telur asinnya, dia harus memasan telur itik mentah dulu. Karena Imoeng ingin meningkatkan jumlah produksi telur asinnya. Banyak toko-toko dan warung yang sudah memesannya. Kalau awalnya hanya membuat 30 buah telur asin, sekarang dia sudah memproduksi hampir 100 buah telur asin setiap 3 hari, untuk itu dia membayar satu orang untuk membantu memcucikan telur asinnya.

KSP yang dipercayakan pada Sofian juga semakin berkembang pesat, bukan hanya yang ada di Tabalong tapi hampir semua yang ada di setiap kota di Kalimantan Selatan maju dengan pesat. Sofian juga harus mondar mandir untuk mengecek dari satu kota ke kota lain.  Kadang-kadang dia juga mengajak anak istrinya bila menuju ke kota yang lumayan jauh, seperti ke Sungai Danau atau ke Kotabaru, sekalian mengajak keluarganya berlibur mengenal kota-kota di Kalimantan Selatan.



Terus peristiwa apalagi yang harus dijalani Imoeng dan keluarganya….tunggu kelanjutannya ya… 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenang Menara Tetap Setegar Menara Kudus dalam Menghadapi Pandemi

Sidomukti' Istana terakhir Sang Mandor Klungsu / Joko Pring / RMP. Sosrokartono

Misteri Arah Rumah Kontrakan Kami